Peranan Ejaan dalam Bahasa Tulis
A. Pendahuluan
Manusia adalah mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia
membutuhkan kesempatan untuk bersosialisasi dengan sesama manusia yang lainnya.
Hal ini sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup, selain kebutuhan hidup pokok
manusia. Komunikasi adalah salah satu cara manusia bersosialisasi. Salah satu
komponen dalam berkomunikasi adalah bahasa.
Manusia menyampaikan dan mengungkapkan pikirannya kepada orang
lain menggunakan bahasa. Tanpa adanya bahasa yang sama, komunikasi akan menjadi
kacau. Contohnya adalah komunikasi antara orang Indonesia dengan Jepang. Jika
mereka tidak mampu menggunakan bahasa yang dimengerti oleh keduanya, maka
komunikasi tidak akan lancar, bahkan kemungkinan tidak dapat terlaksana. Dalam
hal ini, bahasa merupakan aturan yang disepakati dan dimengerti bersama
dan digunakan untuk menyampaikan gagasan, pikiran dan perasaan kepada orang
lain. Informasi yang benar belum tentu tersampaikan dengan benar, jika bahasa
yang digunakannya tidak mengikuti kaidah yang berlaku. Hal ini bisa terjadi
karena seseorang akan menerima arti atau makna dari orang yang menyampaikan
informasi menurut apa yang ditangkap pikirannya sendiri dengan bahasa yang juga
dimengertinya.
B.1. Ragam Bahasa
Bahasa sebagai penyampaian pesan dan alat komunikasi ternyata
mempunyai dua ragam menurut sarana atau media penyampaiannya Ragam itu
adalah ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis.
B.1.1. Bahasa Lisan
Bahasa lisan adalah bahasa yang disampaikan langsung oleh
pembicara. Kita membutuhkan indera pendengar untuk menangkap bahasa lisan ini.
Yang dibahas dalam ragam bahasa lisan adalah tata bahasa, kosakata dan
pelafalan yang jelas dan benar. Bahasa lisan dapat menggunakan tinggi rendahnya
suara atau tekanan, mimik muka, gerak tangan atau isyarat tubuh lainnya untuk
menyampaikan gagasan atau mengungkapkan perasaan. Kalimat yang sama jika
diucapkan dengan intonasi yang berbeda akan mempunyai maksud yang berbeda pula.
Mimik muka sedih dan senang, dapat mewarnai dan memberi arti yang beda pada
suatu kalimat yang sama.
Ciri-ciri bahasa lisan adalah:
·
Singkat,
·
dramatikal (dapat dibantu dengan mimik muka, intonasi, dan
gerakan tubuh),
·
dinyatakan tidak lengkap (karena tidak harus mengandung SPOK),
·
terikat oleh ruang dan waktu.
Kelebihan dari bahasa lisan adalah:
·
Apabila terjadi kesalahan dapat dikoreksi dengan segera,
·
lebih cepat ditangkap maksud atau isinya, sehingga lebih cepat
dalam mendapatkan tanggapan balik.
B.1.2. Bahasa Tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan media tulis dan tidak memerlukan indera pendengaran untuk
menangkap maksudnya. Pengungkapan ide, pikiran dan perasaan dilakukan dengan
menyusun huruf-huruf sebagai unsurnya. Huruf-huruf tersebut tersusun menjadi
kata dan kalimat, yang merupakan ekspresi dari pikiran atau perasaan yang akan
disampaikan.
Dalam bahasa tulis, kita akan berhubungan dengan tata cara
penulisan (sering disebut dengan ejaan), tata bahasa dan kosakata (sama seperti
dalam bahasa lisan). Dalam bahasa tulis, kelengkapan unsur tata bahasa seperti
bentuk kata, ataupun sususan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran
penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca digunakan untuk mengungkapkan ide
yang dapat secara tepat dan benar ditangkap oleh pembaca, yaitu orang yang kita
inginkan untuk menerima informasi tersebut. Kesalahan dalam penggunaan ejaan
akan menimbulkan salah pengertian dan penafsiran dari maksud yang ingin kita
sampaikan.
Ciri-ciri bahasa tulis:
·
- tidak terikat oleh ruang dan waktu,
·
dinyatakan dengan lengkap (karena kosakatanya harus mengandung
SPO dan kemungkinan K),
·
tidak dapat dinyatakan secara dramatikal.
Kelebihan dari bahasa tulis adalah adanya bukti otentik,
sehingga apa yang sudah disampaikan dapat dilihat ulang.
B.1.3. Contoh Perbedaan Penggunaan Bahasa Lisan dan Tulis
Bahasa Lisan
|
Bahasa Tulis
|
Danto bilang kamu harus pulang
|
Danto memberitahukan bahwa saya
harus pulang
|
Sony nonton bola
|
Sony menonton pertandingan
sepakbola
|
Saya tinggal di Depok
|
Saya bertempat tinggal di Depok
|
Kamu pergi tidak?
|
Apakah kamu akan pergi atau tidak?
|
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia
dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan
penggunaannya setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan
mulai berlakunya konstitusi. DiTimor Leste, bahasa Indonesia berstatus
sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah
satu dari banyak ragam bahasa Melayu Dasar yang dipakai adalah bahasa
Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam
perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja
di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal
abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk
menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu
tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini
dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya.
Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus
menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh
lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian
besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di
Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali
menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan
dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia
digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat
lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga
dapatlah dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Penulisan kata
Berikut adalah ringkasan pedoman
umum penulisan kata.
1. Kata dasar ditulis
sebagai satu kesatuan. Contoh: Ibu percaya bahwa engkau tahu.
2. Kata turunan (lihat
pula penjabaran di bagian Kata turunan)
1. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran)
ditulis serangkai dengan kata dasar. Contoh: bergeletar, dikelola [1].
2. Jika kata dasar berbentuk gabungan
kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti
atau mendahuluinya. Tanda hubung boleh digunakan untuk memperjelas.
Contoh: bertepuk tangan, garis bawah i
3. Jika kata dasar berbentuk gabungan
kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan ditulis serangkai.
Tanda hubung boleh digunakan untuk memperjelas. Contoh:menggarisbawahi, dilipatgandakan.
4. Jika salah satu unsur gabungan hanya
dipakai dalam kombinasi, gabungan kata ditulis serangkai. Contoh: adipati, mancanegara.
5. Jika kata dasar huruf awalnya adalah
huruf kapital, diselipkan tanda hubung. Contoh: non-Indonesia.
3. Bentuk ulang ditulis secara lengkap
dengan menggunakan tanda hubung, baik yang berarti tunggal (lumba-lumba,
kupu-kupu), jamak (anak-anak, buku-buku), maupun yang berbentuk berubah
beraturan (sayur-mayur, ramah-tamah).
4. Gabungan kata atau kata majemuk
1. Gabungan kata, termasuk istilah
khusus, ditulis terpisah. Contoh: duta besar, orang tua, ibu kota, sepak bola.
2. Gabungan kata, termasuk istilah
khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan
tanda hubung untuk menegaskan pertalian. Contoh: alat pandang-dengar, anak-istri saya.
3. Beberapa gabungan kata yang sudah
lazim dapat ditulis serangkai. Lihat bagian Gabungan kata
yang ditulis serangkai.
5. Kata ganti (kau-, ku-, -ku, -mu, -nya)
ditulis serangkai. Contoh: kumiliki, kauambil, bukumu,
miliknya.
6. Kata depan atau
preposisi (di [1], ke, dari)
ditulis terpisah, kecuali yang sudah lazim seperti kepada, daripada, keluar, kemari,
dll. Contoh: di dalam, ke tengah, dari Surabaya.
7. Artikel si dan sang ditulis
terpisah. Contoh: Sang harimau marah kepada si kancil.
8. Partikel
1. Partikel -lah, -kah,
dan -tah ditulis serangkai. Contoh: bacalah, siapakah,
apatah.
2. Partikel -pun ditulis
terpisah, kecuali yang lazim dianggap padu seperti adapun, bagaimanapun,
dll. Contoh: apa pun, satu kali pun.
3. Partikel per- yang
berarti "mulai", "demi", dan "tiap" ditulis
terpisah. Contoh: per 1 April, per helai.
9. Singkatan dan akronim.
Lihat Wikipedia:Pedoman
penulisan singkatan dan akronim.
10. Angka dan bilangan.
Lihat Wikipedia:Pedoman penulisan tanggal
dan angka.
Kata turunan
Secara umum, pembentukan kata
turunan dengan imbuhan mengikuti aturan penulisan kata yang ada di bagian
sebelumnya. Berikut adalah beberapa informasi tambahan untuk
melengkapi aturan tersebut.
Jenis
imbuhan
Jenis imbuhan dalam bahasa Indonesia
dapat dikelompokkan menjadi:
1. Imbuhan sederhana; hanya terdiri
dari salah satu awalan atau akhiran.
1. Awalan: me-, ber-, di-, ter-, ke-, pe-, per-,
dan se-
2. Akhiran: -kan, -an, -i, -lah,
dan -nya
2. Imbuhan gabungan; gabungan dari
lebih dari satu awalan atau akhiran.
1. ber-an dan ber-i
2. di-kan dan di-i
3. diper-kan dan diper-i
4. ke-an dan ke-i
5. me-kan dan me-i
6. memper-kan dan memper-i
7. pe-an dan pe-i
8. per-an dan per-i
9. se-nya
10. ter-kan dan ter-i
3. Imbuhan spesifik; digunakan untuk
kata-kata tertentu (serapan asing).
2. Sisipan: -in-,-em-, -el-,
dan -er-.
Awalan
me-
Pembentukan dengan awalan me- memiliki
aturan sebagai berikut:
1. tetap, jika huruf pertama kata dasar
adalah l, m, n, q, r, atau w. Contoh: me- + luluh → meluluh, me- +
makan → memakan.
2. me- → mem-, jika huruf
pertama kata dasar adalah b, f, p*, atau v. Contoh: me- +
baca → membaca, me- + pukul → memukul*, me- +
vonis → memvonis, me- + fasilitas + i → memfasilitasi.
3. me- → men-, jika huruf
pertama kata dasar adalah c, d, j, atau t*. Contoh: me- +
datang → mendatang, me- + tiup → meniup*.
4. me- → meng-, jika
huruf pertama kata dasar adalah huruf vokal, k*, g, h.
Contoh: me- + kikis → mengikis*, me- +
gotong → menggotong, me- + hias → menghias.
5. me- → menge-, jika
kata dasar hanya satu suku kata. Contoh: me- + bom → mengebom, me- +
tik → mengetik, me- + klik → mengeklik.
6. me- → meny-, jika
huruf pertama adalah s*. Contoh: me- + sapu
→ menyapu*.
Huruf dengan tanda * memiliki
sifat-sifat khusus:
1. Dilebur jika huruf kedua kata dasar
adalah huruf vokal. Contoh: me- + tipu → menipu, me- + sapu
→ menyapu, me- + kira → mengira.
2. Tidak dilebur jika huruf kedua kata
dasar adalah huruf konsonan. Contoh: me- + klarifikasi
→ mengklarifikasi.
3. Tidak dilebur jika kata dasar merupakan
kata asing yang belum diserap secara sempurna. Contoh: me- + konversi
→ mengkonversi.